Pengertian Akhlak Tasawuf dan Ruang Lingkupnya




Pengertian Akhlak Tasawuf dan Ruang Lingkupnya

1.Pengertian Akhlak Tasawuf
          Kata akhlak berasal dari kata اخلق - يخلق - اخلاقا yang artinya perangai, tabiat, dan agama.Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khalq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “Pencipta”  dan makhluq yang berarti “yang diciptakan”.
Ibn Al-Jauzi menjelaskan (w. 597 H) bahwa al-khuluq adalah etika yang dipilih seseorang. Dinamakan khuluq karena etika bagaikan khalqah (karakter) pada dirinya. Dengan demikian,  khuluq adalah etika yang menjadi pilihan dan diusahakan seseorang.
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.
Sedangkan pengertian secara istilah, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang mudah,tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.
            Kata akhlak lebih luas artinya daripada moral atau etika yang serimg dipakai dalam bahasa indonesia sebab akhlak meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku lahiriah dan batiniah seseorang.
            Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkin adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq dan antara makhluk dengan makhluq. Perkataan ini dipetik dari kalimat yang tercantum dalam Al-Quran:

                                        (Qs.Al-Qalam [68]:4)  وَاِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya:
Dan sesungguhnya engkau benar benar berbudi pekerti yang luhur.”(Qs.Al-Qalam[68]:4)                       
Demikian juga, dari hadis Nabi Muhammad saw:
               بُعِثْتُ لِأُ تَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاَقِ. (رواه أحمد)
Artinya:
“Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang mulia.” (H.R. Ahmad)

Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut:
a)      Menurut Ibnu Maskawih  (941-1030 M) Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”
b)      Imam Al-Ghazali (1055-1111 M) dalam Ihya Ulumuddin menyatakan Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.
c)      Muhyidin Ibnu Arabi (1165-1240 M) menyatakan Akhlak adalah Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.
d)     Syekh Makarim Asy-Syirazi menyatakan Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batin manusia.
e)      Al-Faidh Al-Kasyani (w. 1091 H) menyatakan Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran.

Semua pengertian diatas memberi pengertian gambaran bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau spontan atau tanpa ada dorongan dari luar. Jika baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan spontan itu dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul karimah/al-akhlakul mahmudah), sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk disebut al-akhlakul madzmudah.Sebagian ulama member defenisi mengenai akhlak,yaitu:


الأَخْلَقُ هِيَ صِفَا تُ الْأِ نْسَا نِ الْأَدَبِيَّةِ                                                                                     
“Akhlak adalah sifat manusia yang terdidik”


Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat di dalam jiwa, maka perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat,yaitu:
a)      Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau perbuatan itu dilakukan hanya sesekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak. Misalnya, pada saat orang yang jarang berderma tiba-tiba memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu. Tindakan seperti ini tidak bisa disebut murah hati berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat di dalam jiwanya.
b)      Perbuatan itu timbul mudah tanpa dipirkan atau diteliti terlebih dahulu sehingga benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipirkan dan dipertimbangkan secara matang tidak disebut akhlak.


Kemudian, secara etimologi istilah tasawuf, menurut Amin Syukur adalah istilah yang baru di dunia islam. Istilah tersebut belum ada pada zaman Rasulullah Saw, juga pada zaman para sahabat, namun prakteknya sudah dijalankan pada masa itu. Bahkan, tasawuf sendiri tidak ditemukan dalam Al-Quran. Tasawuf  adalah sebutan untuk mistisisme Islam. Dalam pandangan etimologi kata sufi mempunyai pengertian yang berbeda.

Menurut Haidar Bagir, kata sufi  betasal dari bahasa arab yang merujuk pada beberapa kata dasar. Diantaranya adalah:
1.      Kata Shaff (baris,dalam shalat), karena dianggap kaum sufi berada dalam shaff pertama.
2.      Kata Shuf, yakni bahwa wol atau bulu domba kasar yang biasanya mencirikan pakaian kaum sufi.
3.      Kata Ahlu as-Shuffah, yakni parazahid (pezuhud), dan abid (ahli ibadah) yang tak punya rumah dan tinggal di serambi masjid Nabi, seperti Abu Hurairah, Abu Dzar al-Ghifary, Imran ibn Husein,Abu Ubaidah bin jarrah, Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, dan Hudzifah bin Yaman.
4.      Ada juga yang mengaitkannya dengan nama sebuah suku badui yang memiliki gaya hidup sederhana, yakni Bani Shufah.

Dan yang paling tepat pengertian tasawuf  berasal dari kata shuf (bulu domba), baik dilihat dari konteks kebahasaan,sikap sederhana para sufi maupun aspek kesejarahan.

Adapun secara terminologi, istilah tasawuf  memiliki pengertian yang berbeda-beda menurut beberapa ahli, diantaranya:
a)      Imam Junaid dari Baghdad (w. 910 H) mendefenisikan tasawuf sebagai, mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah. Atau keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji.
b)      Syekh Abul Hasan Asy Syadzili (w. 1258 H), syekh sufi besar dari Afrika Utara, mendefenisikan tasawuf sebagai praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan.
c)      Ibn Khaldun mendefenisikan tasawuf adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudian dalam agama. Asalnya ialah bertekun ibadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap kepada Allah semata. Menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan harta benda, dan kemegahan. Dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah.
d)     Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (jiwa atau diri itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran dan pertimbangan karena sudah melekat dalam dirinya.
e)      Harun Nasution dalam bukunya falsafat dan Mistisisme dalam islam menjelaskan bahwa, tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam bisa sedekat mungkin dengan tuhan.
f)     Amin Syukur mendefenisikan tasawuf  sebagai sistem latihan dengan kesungguhan (Riyadhah mujahadah) untuk membersihkan, mempertimggi  dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) sehingga segala perhatian hanya tertuju kepada Nya.

Jadi, tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Dengan demikian, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan hati dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya dengan melangkah pada jalan yang benar,sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad saw.


2.Ruang Lingkup Akhlak Tasawuf
Pokok pokok yang dibahas dalam ilmu akhlak adalah intinya perbuatan manusia. Perbuatan tersebut di tentukan kriterianya apakah baik atau buruk manusia, dan mempunyai ciri ciri perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, telah dilakukan secara berlanjut sehingga menjadi tradisi dalam kehidupannya.
            Dr. Abdullah dalam buku Dustur al-Akhlaq fi al-Islam, membagi ruang lingkup akhlaq kedalam lima macam aspek kehidupan, yaitu:
1.      Akhlak perorangan
Akhlak ini dibagi menjadi:
a.       Semua hal yang diperintahkan ( al-amawir).
b.      Segala yang dilarang ( al-nawahi).
c.       Hal-hal yang diperbolehkan ( al-mubahat).
d.      Akhlak dalam keadaan darurat ( al-mukhalafah bi al-idhthirar).

2.      Akhlak keluarga
Akhlak ini juga terbagi menjadi:
a.       Kewajiban timbal balik orang tua dan anak ( wajibat nahwa ushul wa al-furu).
b.      Kewajiban suami dan isteri ( wajibat baina al-azwaj).
c.       Kewajiban terhadap kerabat dekat ( wajibat nahwa al-aqarib).

3.      Akhlak bermasyarakat
Akhlak ini meliputi :
a.       Hal-hal yang dilarang ( al-makhdzurat).
b.      Hal-hal yang diperintahkan ( al-awamir).
c.       Kaidah-kaidah adab ( qawa’id al-adab).

4.      Akhlak bernegara
Akhlak ini meliputi:
a.      Hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-alaqah baina al-rais wa al-sya’b).
b.      Hubungan luar negeri ( al-alaqah al-kharijiyyah).

5.       Akhlak beragama
Akhlak ini meliputi kewajiban terhadap Allah swt.

Ruang lingkup di atas dipandang sangat luas karena mencakup semua aspek kehidupan. Secara vertikal hubungan dengan sang Haliq dan secara horizontal dengan sesama manusia.
Jika ruang lingkup akhlak tersebut dipersempit tetapi memiliki cakupan yang menyuluruh maka akhlak tersebut dapat dibagi menjadi :
a)      Akhlak (tata karma) kepada Allah swt.
b)      Akhlak kepada Rasulullah saw.
c)      Akhlak untuk diri pribadi.
d)     Akhlak dalam keluarga.
e)      Akhlak dalam masyarakat.
f)        Akhlak bernegara.

Ilmu tasawuf yang pada dasarnya bila dipelajari secara esensial mengandung empat unsur, yaitu :
1.      Metafisika, yaitu hal-hal yang diluar alam dunia atau bisa juga dikatakan sebagai ilmu ghoib. Di dalam ilmu tasawuf banyak dibicarakan tentang  masalah masalah keimanan tentang unsur-unsur akhirat, dan cinta seorang sufi terhadap tuhannya.
2.      Etika, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan melihat pada amaliah manusia. Dalam ilmu tasawuf banyak sekali unsur unsur etika, dan ajaran-ajaran akhlak (hablumminallah dan hablumminannas).
3.                                          Psikologi, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern ditujukan untuk menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya. Sedangkan psikologi dalam tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri, yakni diarahkan terhadap penyadaran diri sendiri dan menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya untuk kemudian memperbaiki menuju kesempurnaan nilai pribadi yang mulia.
4.      Estetika, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni.

                  Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan.

   Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan”. Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal yang berkenaan dengan upaya-upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan. 

3.Manfaat Mempelajari Akhlak Tasawuf

         Pada dasarnya, tujuan pokok akhlak adalah agar setiap muslim berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai atau beradat-istiadat yang baik sesuai dengan ajaran islam. Kalau diperhatikan, ibadah-ibadah inti dalam Islam memiliki tujuan pembinaan akhlak mulia. Shalat bertujuan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela; zakat di samping bertujuan menyucikan harta juga bertujuan menyucikan diri dengan memupuk kepribadian mulia dengan cara membantu sesama; puasa bertujuan mendidik diri untuk menahan diri dari berbagai syahwat; haji bertujuan diantaranya memunculkan tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama.

Dengan demikian, tujuan akhlak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah membentuk kepribadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara lahiriah maupun batiniah. Dalam kaitan ini, Allah SWT berfirman dalam (Qs.Al Araf [7]: 33)

      قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِ
 سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”(Qs.Al Araf [7]: 33).

Kemudian, tujuan mempelajari tasawuf adalah ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas). Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan.
Buah yang diharapkan dari Tasawuf adalah jiwa yang dermawan, hati yang tenang, dan pekerti yang baik kepada semua makhluk. Dan tasawuf dapat digunakan sebagai sarana untuk mendidik hati dan mengetahui alam gaib menuju buahnya tersebut diatas.

Komentar